Perjuangan Airlangga di Balik Bayang-Bayang Striker Asing Persib

- 30 Januari 2024, 01:11 WIB
Airlangga Sucipto berusaha mengontrol bola saat pertandingan melawan Bhayangkara FC
Airlangga Sucipto berusaha mengontrol bola saat pertandingan melawan Bhayangkara FC /Adil Nursalam/Simamaung/
 
SIMAMAUNG - Total enam tahun dihabiskan Airlangga Sutjipto untuk membela Persib dalam karir sepakbolanya. Selama itu pula dia selalu menjadi opsi alternatif dari pelatih jika pemain depan utama tidak bisa tampil atau butuh tambahan daya gedor. Peran sebagai pengganti pun dijalani dengan sungguh-sungguh tanpa merasa berkecil hati.
 
Hilir mudik pemain asing di skuat Maung Bandung terjadi setiap tahun tahunnya, perombakan komposisi seakan menjadi hal wajib ketika bursa transfer dibuka. Pun demikian dengan legiun asing berposisi penyerang, nyaris selalu ada nama baru pada setiap transfer window. Namun dalam sunyi, Airlangga tetap setia meski hanya menjadi backup.
 
Petualangannya bersama Persib dimulai pada Liga Super Indonesia 2008. Sebelumnya dia merintis karir sepakbola dengan berlatih di SSB Asiop Jakarta dari usia 10 hingga 18 tahun. Lalu mengikuti liga remaja di Trisakti dan sempat tergabung di Pra PON DKI. Airlangga lalu mendapat panggilan membela tim nasional U-20 hingga akhirnya mengawali karir profesional ketika membela Deltras Sidoarjo di musim 2004/2005.
 
Pria yang akrab disapa Ronggo itu pun bercerita bagaimana dia bisa mendarat di Bandung bersama gerbong bawaan Jaya Hartono pada musim 2008. Saat itu Jaya Hartono yang merupakan mantan pelatih Deltras direkrut Persib dan membawa anak-anak asuhnya seperti Waluyo, Hariono, Hilton Moreira dan Airlangga. Ternyata selain peran pelatih, ada juga peran dua sahabatnya, Atep dan Eka Ramdani yang membujuknya gabung Persib.
 
“Sebenarnya sebelum saya bergabung dan disuruh om Jaya Hartono, saya memang sudah saya Eka dan Atep bareng di timnas SEA Games. Di Thailand itu kita bicara-bicara, di Argentina juga waktu TC bercanda bilang ingin main bareng bertiga kalau sudah beres timnas. Kemudian setelah timnas Eka waktu itu bilang ‘gimana kalau main di Persib Bandung aja’ dan Atep juga bilang ‘gimana kalau di Persija’. Akhirnya kita sering main ke Bandung dan Eka nawarin ke Persib saja bisa deket bareng-bareng,” ujar Ronggo bercerita kepada Simamaung.
 
“Nah tiba-tiba saya dapat kabar Jaya Hartono pegang Persib juga terus nawarin juga, jadi pas lah momentnya, yang saya banggakan dan impikan dari kecil untuk masuk Persib akhirnya menjadi kenyataan hasil kerja keras saya dari SSB itu proses yang panjang dan akhirnya cita-cita membela Persib tercapai,” lanjut dia.
 
Ronggo datang dengan status striker muda potensial milik Indonesia, karena dia merupakan juru gedor utama tim nasional U-23 saat itu. Hanya saja ketika dia tiba, Persib juga mendatangkan para pemain depan lain dengan status pemain asing. Hilton Moreira, Rafael Alves Bastos dan Fabio Lopez Alcantara direkrut, plus di dalam tim sudah ada bomber lokal kualitas jempolan, Zaenal Arif. Bahkan di putaran kedua, Fabio Lopez diganti oleh mesin gol terbaik di Liga Indonesia, Cristian Gonzales.
 
Lima pemain memperebutkan dua kuota penyerang di susunan starting line up. Tentu menjadi pekerjaan sulit bagi Ronggo untuk mendapat kesempatan bermain dari menit pertama. Apalagi dirinya sadar bahwa pelatih tentu akan lebih memercayakan slot pemain inti kepada pemain asing. Tapi bukan berarti situasi itu membuatnya patah arang, malah memacunya berlatih lebih giat.
 
“Ya itulah, karena saya suka tantangan. Kita tahu Persib atau tim lain rata-rata mengutamakan striker asing, jadi bagi saya sendiri striker lokal tidak pernah merasa minder atau putus asa atau patah semangat. Saya berusaha setiap latihan untuk selalu bekerja keras, semangat terus untuk membuktikan dan ketika dikasih kesempatan akan membuktikan layak bermain,” jelasnya.
 
Akhirnya pemain yang mengenakan kostum bernomor punggung 9 tersebut menemukan peran yang paling cocok baginya. Menjadi supersub dan menawarkan solusi memecah kebuntuan ketika masuk dari bangku cadangan. Sejak musim 2008 hingga 2013, penampilannya tidak pernah mengecewakan saat masuk menggantikan pemain starter.
 
Menurutnya mentalitas pantang menyerah yang diusungnya untuk memaksimalkan waktu hingga wasit meniup peluit panjang tanda pertandingan usai. “Iya karena saya dulu meski pemain pengganti tidak pernah berkecil hati, tidak pernah putus asa karena saya tahu di Persib ini bagus semua. Nah saya  memanfaatkan moment itu, saya selalu siap kapanpun pelatih memberikan kesempatan, saya selalu berusaha menunjukkan,” jelasnya.
 
Total 21 gol dihasilkannya di liga resmi bersama Persib dan banyak gol yang lahir ketika bermain sebagai pemain pengganti. Dia menyebut kunci dari keberhasilan mengemban tugas itu adalah tetap disiplin berlatih dan sabar menanti momentum. Ketika kesempatan datang, Ronggo selalu coba memberikan kemampuan terbaik untuk membantu tim meraih hasil terbaik.
 
“Saya latihan terus walaupun ga main saya tetap termotivasi, menunggu moment dan suatu saat akan menunjukan ketika pelatih memberi kesempatan, saya berikan yang terbaik. Alhamdulillah mungkin ketika buntu, saya diberi kesempatan dan saya bisa menjawab dengan permainan terbaik. Bisa mencetak gol atau memberi kemenangan untuk Persib. Itu lah, saya tidak pernah putus asa dan patah semangat,” jelasnya.
 
Kehadiran striker lokal memang kini pada umumnya lebih menjadi pelapis pemain depan utama yang merupakan pemain asing. Ronggo menyadari bahwa keberadaan bomber impor jadi salah satu daya tarik kompetisi menjadi lebih semarak. Namun menurutnya perlu ada regulasi juga mengenai pemain asing seperti pengurangan jumlah agar kans pemain lokal bermain lebih terbuka.
 
“Kalau menurut saya pribadi iya, selain memang pemain asing sebagai daya tarik liga atau biar membuat semarak tapi menurut saya kalau saya rasa jangan terlalu banyak lah. Karena kita di Indonesia ini banyak pemain lokal yang luar biasa, talentanya saya rasa bagus-bagus tapi kenapa sekarang striker lokal tidak kelihatan karena setiap tim mengutamakan striker asing,” tuturnya.
 
“Saya rasa mudah-mudahan ke depan ada regulasi asing tidak terlalu banyak dan bisa banyak menelurkan striker lokal dengan memberi menit bermain lebih banyak. Karena saya lihat juga dampaknya ke timnas, di timnas juga sangat bingung untuk regenerasi striker lokal yang bagus,” imbuhnya.
 
Karir pria berusia 35 tahun itu bersama Persib terjalin pada musim 2008 hingga 2013 dan sempat kembali pada musim 2018. Selama membela Maung Bandung, Ronggo merasa musim terbaiknya hadir pada Liga Indonesia 2010/2011. Karena dia bisa bangkit di putaran kedua setelah para paruh pertama tidak pernah diturunkan oleh pelatih Jovo Cuckovic.
 
Pergantian tampuk kepelatihan ke tangan Daniel Roekito memberi angin segar baginya dan selama putaran kedua dia bisa tampil produktif. “Saat itu saya rasa musim 2010/2011 kalau ga salah. Saya putaran pertama itu engga dapat kesempatan main waktu pelatihnya Jovo. Putaran kedua diganti Daniel Roekito dikasih kesempatan bermain dan mencetak tujuh gol dalam setengah musim,” tutup dia.***
 
Artikel ini sebelumnya sudah pernah ditayabgkan di web Simamaung pada 27 Februari 2021.

Editor: Mayasari Mulyanti


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x