Dikutip dari Radar Cirebon, Albert Dragtan seorang pentolan bobotoh bilang bahwa "Manajemen saat ini sedang menciptakan 'bobotoh baru' bagi perkembangan Persib di masa yang akan datang. Ini sebuah taktik agar Persib di masa yang akan datang sesuai dengan yang manajemen inginkan. Dengan mengadopsi cara seperti itu tentu bakal ada yang dikorbankan. Dan korbannya adalah kita (Bobotoh)".
Namun, apakah benar bahwa manajemen Persib ingin menciptakan 'bobotoh baru'? Pandangan Albert Dragtan mungkin bisa menjawab pertanyaan mengapa regulasi tiket saat ini seolah dipersulit dan bukan dipermudah.
Jika benar pandangan tersebut bahwa regulasi tiket baru dan kenaikan harga tiket adalah upaya dari manajemen Persib untuk "menciptakan bobotoh baru" berarti manajemen saat ini sedang mencoba memfilter suporter yang datang ke stadion. Mungkin maksudnya nanti hanya suporter yang melek internet lah yang mampu membeli tiket secara online.
Lalu dari harga tiket yang naik, mungkin hanya bobotoh kelas menengah ke atas-lah yang nantinya mampu membeli tiket. Tidak ada lagi mobilisasi masyarakat dari luar kota dan pinggiran Bandung bahkan seputar Jabar yang berbondong-bondong rela mendukung Persib dengan segenap cinta meski tak punya cukup rupiah untuk membeli tiket, mengharap belas kasihan penjaga pintu membolehkan mereka masuk di jeda jam istirahat. Tidak ada lagi calo dan oknum penjual tiket keriting. Apakah benar hal ini akan mampu mengubah profil suporter dan panpel menjadi lebih baik, melek internet, mampu secara ekonomi, dan lebih santun dan ramah di dalam stadion?
Jika memang benar begitu, maka perubahan ini bukan hanya tentang tiket atau teknologi. Ini adalah tentang mengarahkan suporter lama, yang mungkin pernah dikenal sebagai hooligan atau suporter yang dikenal berperilaku kurang baik, untuk naik kelas menjadi 'bobotoh baru' yang lebih baik dan santun. Bobotoh baru yang tidak lagi dikenal dengan kekerasan atau perilaku tidak pantas. Ini adalah langkah untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman di stadion bagi semua kalangan usia.
Mencari Keseimbangan dan Kesepahaman
Namun, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana kita mencapai keseimbangan dalam perubahan ini. Suporter yang telah lama mendukung Persib mungkin merasa ditinggalkan dan terpinggirkan. Padahal suporter adalah elemen vital dalam kesuksesan tim, dan tentunya selalu ingin terus mendukung Persib dengan sepenuh hati. Lalu lihatlah siapa yang belakangan mampu tetap nonton pertandingan kandang dikala bobotoh yang lain sedang 'menepi'? ialah mereka yang 'berpunya'. Mereka yang punya uang lebih di samping kebutuhan pokoknya untuk membeli tiket yang padahal harganya naik. Mereka pun melek internet dan mengerti cara beli tiket online.
Maka sudah saatnya lah kita suporter naik kelas, jangan mau begitu-begitu saja. Pantaskan nilai diri, jadilah lebih berarti, tinggalkan masa lalu yang suram dan jadilah lebih baik.
Di sisi lain, manajemen Persib harus mau mendengarkan suara-suara suporter dengan lebih empati dan mampu berkomunikasi duduk bareng dengan elemen suporter secara efektif. Mungkin saatnya bagi manajemen Persib untuk terbuka terhadap ide-ide suporter yang ingin membantu menciptakan suasana stadion yang nyaman dan bisa diterima oleh semua kalangan, bukan malah memarginalkan nya.
Mungkin dengan merangkul organisasi bobotoh untuk ikut terlibat langsung membesarkan Persib. Kita punya Persib Radio (dulu bobotoh 964 FM) yang pernah maju ketika Sang Panglima Mang Ayi Beutik (alm.) dkk. masih terlibat didalamnya. Sekarang radio pun bahkan sepi dari berita Persib.
Editor: Mayasari Mulyanti