Memaknai Kecintaan Terhadap Persib dengan Selayaknya, dengan Seharusnya

- 6 Juni 2024, 18:17 WIB
Pemain Persib Ciro Alves menjadi penyumbang assist terbanyak bagi Persib musim ini.
Pemain Persib Ciro Alves menjadi penyumbang assist terbanyak bagi Persib musim ini. /Dede Arip /Simamaung.com

Setelah penantian 10 tahun, akhirnya pada hari Jumat, 31 Mei 2024, Persib Bandung kembali merengkuh gelar juara pada perhelatan sepak bola kasta tertinggi Indonesia, Liga 1. Waktu yang tidak sebentar untuk klub dengan ekosistem sesubur Persib. Namun, apapun itu, apa pun intrik dan friksi di belakang, pencapaian tersebut tetap harus disyukuri oleh publik sepak bola Bandung dan pencinta Persib pada umumnya yang tumbuh dengan rimbunnya menembus tiap sekat yang ada di masyarakat.

Berbeda dengan 10 tahun yang lalu, di mana para Bobotoh (termasuk Penulis) bisa menyaksikan secara langsung detik-detik Maung Bandung meraih titel sebagai juara liga sepak bola Indonesia di Palembang, tahun ini sebagian besar dari kita sama-sama harus merelakan hanya dapat menyaksikan partai “Puncak” melalui siaran televisi atau penyedia jasa streaming berbayar (beberapa rombongan Bobotoh beruntung tetap berhasil ke Bangkalan). Sebuah format kompetisi dan prosedur pelaksanaan pertandingan yang agak “antique”.

Seperti yang sudah-sudah, seperti cerita para pendahulu, keberhasilan Persib merengkuh gelar juara disambut dengan gegap gempita oleh masyarakat Bandung, meskipun penulis tidak berada di Kota Bandung pada malam “kemenangan” tersebut. Pemberitaan media dan informasi pada jejaring sosial sudah cukup menggambarkan apa yang terjadi di Kota Bandung pada malam itu.

Masyarakat serempak turun ke jalan untuk merayakan keberhasilan klub sepak bola kecintaanya tersebut dengan beragam cara. Jalanan Kota Bandung seketika penuh kehangatan, sapa menyapa, pelukan demi pelukan terjadi secara spontan tanpa ada yang mengomandoi satu sama lainnya. Sebuah fenomena yang menggambarkan rasa memiliki yang besar masyarakat atas Persib, meskipun faktanya secara yuridis normatif saat ini Persib telah berbentuk badan hukum dengan pemegang saham hanya segelintir orang saja.

Entah apa yang dapat menjadi pembanding, rasa-rasanya tidak ada pemantik kebahagiaan dengan cakupan seluas ini di Kota Bandung, di tengah perkembangan fisik dan non fisik kota yang begitu-begitu saja (cenderung stagnan bahkan degradasi). Di tengah konflik, intrik dan friksi yang terjadi di masyarakat (dago elos, taman sari, KBU, korupsi, perang ormas, kriminalitas, sifat culas, serakah, dsb.) Keberhasilan Persib tersebut berhasil menjadi irisan yang memantik kebahagian masyarakat Bandung dengan seluas-seluasnya dengan semasif-masifnya.

Atas apa yang terjadi pada malam “kemenangan” kemarin, setidak-tidaknya kita kembali menyadari bahwa Bandung memiliki sumber kebahagiaan kolektif yang beririsan diantara masyarakatnya satu sama lainnya. Kondisi tersebut, menurut hemat penulis dapat dimaknai dengan keinginan untuk selalu berbuat kebaikan dengan versi dan cara masing-masing yang berdampak secara luas untuk orang sekitar dan masyarakat luas pada umumnya.

Para birokrat harus bekerja sesuai fungsinya untuk kepentingan masyarakat, para penegak hukum harus selalu menjaga integritasnya, para pedagang harus berniaga secara jujur, pengusaha tidak tamak memikirkan perutnya sendiri dan tentunya tindak tanduk kita dalam bermasyarakat secara umum harus didasari rasa saling menghormati dan menghargai.
Hal tersebut dikarenakan kita lagi-lagi harus menyadari orang-orang yang sama berbahagia pada malam kemenangan tersebut akan terdampak atas tindak tanduk kita dalam menjalankan tugas dan fungsi kita dalam beraktifitas sehari-hari.

Seperti yang penulis sayangkan, masih adanya penyimpangan yang terjadi dalam perayaan tersebut yang tidak sedikit pun penulis beri ruang toleransi, tentunya akan mencoreng nama baik Bobotoh itu sendiri yang mungkin belum kita sadari dampaknya ke depan.

Terakhir, bersama tulisan ini penulis berharap, kehangatan dan keguyuban yang terjadi pada hari-hari perayaan dalam koridor kebaikan perlu kita jaga dan maknai dengan proporsional. Tidak sebatas sehari-dua hari, semalam-dua malam saja, tapi harus kita jaga terus menerus, jadikan pengingat dan aplikasikan nilai positifnya pada kehidupan kita sehari-hari.

Halaman:

Editor: Mayasari Mulyanti


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah